Tampilkan postingan dengan label info. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label info. Tampilkan semua postingan

Situs peninggalan kerajaan Majapahit jadi perhatian dunia

Situs peninggalan kerajaan Majapahit terancam kehancuran. Situs peninggalan kerajaan Majapahit di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto tersebut, kini menjadi perhatian dunia internsional. Hal itu terjadi setelah keluarnya penyataan dari lembaga World Monuments Fund (WMF) pada 8 Oktober 2013 lalu.

Bunga Majapahit

"WMF sudah mengeluarkan pernyataan bahwa situs Trowulan masuk sebagai pusaka yang memang diperhatikan dunia karena terancam kehancuran," kata Vice Chairman Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Catrini Pratihari Kubontubuh, di Surabaya, Jumat (18/10/2013).

Dengan keluarnya pernyataan dari WMF tersebut, secara otomatis situs Trowulan kini menjadi perhatian dunia internasional. Sehingga lembaga internasional itu bisa melakukan advokasi terhadap keberadaan situs Trowulan.

Situs Majapahit ini, rencananya akan diajukan ke lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yakni Unesco. Proses yang diajukan di WMF ini juga merupakan salah satu jalur menuju pengakuan dari Unesco.

Catrini juga menyebut, advokasi terhadap situs Trowulan ini juga dilakukan melalui bentuk Petisi Save Majapahit. Dalam petisi yang digulirkan secara online ini telah menuai dukungan sebanyak 10.200 tanda tangan dukungan.

"BPPI membuat petisi online yang sudah didukung dan ditanda tangani oleh 10.200 dukungan untuk penyelamatan situs Trowulan," ujarnya.

Situs Trowulan ini merupakan jejak peninggalan kerajaan Majapahit yang berada di kawasan Mojokerto dan Jombang. Setidaknya ada lima kecamatan yang masuk dalam lingkaran situs tersebut. Tiga kecamatan di Kabupaten Mojokerto dan dua kecamatan di Kabupaten Jombang.

Di abad ke 17, Trowulan sebagai pusat pemerintahannya memiliki luas 112 kilometer persegi yang terdiri dari istana dan kompleks tata kota terkubur di bawah pabrik, sawah, dan 66 desa. Setiap struktur bangunan dan arca yang ditemukan tak pernah utuh, dalam keadaan rusak. Kerusakan ini diperparah oleh pembangunan pabrik baja di kawasan cagar budaya tersebut. Kondisi itu diperparah dengan maraknya makelar penjualan arca dan tembikar di pasar gelap.

http://daerah.sindonews.com/read/2013/10/18/23/795833/terancam-hancur-situs-majapahit-jadi-perhatian-dunia

SITUS TROWULAN JADI PABRIK BAJA

Pabrik pengecoran baja siap dibangun di dekat gerbang Wringin Lawang  dan Candi Wates Umpak di situs Kerajaan Majapahit, di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Rencana pembangunan pabrik ditentang masyarakat karena khawatir akan merusak situs.

"Izin mendirikan bangunan sudah diberikan Pemerintah Kabupaten Mojokerto," kata Ribut Sumiyono, warga Desa Wates Umpak sekaligus penggiat budaya di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Senin (22/7).

Pabrik baja akan dibangun di pinggir jalan Surabaya - Madiun tepatnya di Desa Jati Pasar dan Desa Wates Umpak, tak jauh dari situs Trowulan. Situs ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit dari abad 13 - 15 Masehi. Kawasan situs ini ditemukan pada abad ke-19.

Di bagian depan terdapat Wringin Lawang, yakni gapura untuk masuk kota kuno Majapahit, berupa susunan batu bata merah setinggi 15,5 meter, sedangkan luas dasarnya sekitar 11 meter x 13 meter. Adapun Wates Umpak diduga merupakan fondasi bangunan. Luas wilayah kota Majapahit kuno diperkirakan 9 km x 11 km.

Selain kedua situs itu, terdapat pula Candi Tikus berupa pertirtaan atau kolam pemandian ritual yang ditemukan pada tahun 1914.

Di bagian lain kawasan Trowulan juga ada Candi Bajang Ratu berupa susunan batu bata dengan struktur yang indah setinggi 16,5 meter. Di sisi ain terdapat kolam segaran yang luasnya sekitar 500 meter x 800 meter yang ditemukan tahun 1926.

Berbagai situs ini ditemukan pada masa kolonial Belanda dalam kondisi terkubur lumpur. Diduga, situs peninggalan Majapahit itu terkubur material letusan Gunung Kelud. 

Cagar budaya
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur Aris Sofyani membenarkan adanya rencana pembangunan pabrik baja di dekat situs Trowulan. Menurut data yang ada, kata Aris, pabrik tersebut luasnya 36.728 meter persegi dan dibangun di atas areal pabrik lama milik PT Pembangkit Ekonomi Desa.

Pabrik lama yang sudah ada sejak tahun 1970-an itu bergerak di bidang pengolahan hasil pertanian. Adapun pabrik baja itu nantinya akan melakukan pengecoran untuk assembling pelat baja pada alat-alat berat. Situs Trowulan juga sudah diajukan pemerintah kepada UNESCO sejak 2009 sebagai Warisan Dunia.

http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/07/situs-trowulan-jadi-pabrik-baja

Izin pabrik baja di Trowulan dibatalkan.
Akhirnya, pendirian pabrik baja dapat dicegah. Namun situs ini perlu tetap dijaga dan dijauhkan dari pelbagai aktivitas yang mengancam. Komunitas sejarawan dan budayawan beserta rombongan pemerhati kelestarian situs Trowulan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, bernapas lega.

Gubernur Jatim Soekarwo, pada Jumat (18/10) lalu telah membatalkan izin pendirian pabrik besi baja pada lahan seluas dua hektare di Desa Bejijong dan Wates Umpak, Trowulan. Bupati Mojokerto Mustafa Kemal Pasha pun setuju mendorong investor pabrik baja menjual kembali lahan yang sudah dibeli di kedua desa tersebut dan memindahkan lokasi pabrik ke kawasan industri lain.

Bunga Majapahit

Keberhasilan menyelamatkan Trowulan dari pendirian pabrik baja ini dapat dilakukan melalui para seniman lokal hingga nasional yang bersama serentak menyuarakan protes secara terus-menerus, selama beberapa bulan terakhir.

Meskipun begitu, kekhawatiran akan masa depan situs Trowulan tetap ada. Jika tidak dilakukan perlindungan hukum yang tegas untuk Trowulan, situs ini masih terancam berbagai eksploitasi.

Hashim Djojohadikusumo dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) mengatakan, ketika BPPI bersama Jaringan Pelestarian Majapahit menyerahkan 10.314 tanda tangan yang terhimpun dari petisi daring #SaveTrowulan, "Saya sudah sampaikan kepada Bupati, bahwa November 2013 ini Ditjen Kebudayaan - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah akan meresmikan selesainya hasil survei yang akan mengamankan situs Trowulan tak hanya melalui Undang-Undang Cagar Budaya, tetapi juga melalui pengawasan internasional."

Ditjen Kebudayaan dalam surveinya akan menetapkan area steril seluas ratusan kilometer persegi di sekeliling Trowulan, diperuntukkan sebagai area kegiatan konservasi dan advokasi. Tidak saja pada benda cagar budaya, warisan tak tampak, melainkan juga terhadap kelangsungan ekonomi dan manfaat situs bagi masyarakat setempat.

http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/izin-pabrik-baja-di-trowulan-dibatalkan

MAJAPAHIT DAN PENYESATANNYA (1)

Majapahit banyak di klaim, banyak orang mengaku tahu tentang Majapahit, banyak juga yang menolak Majapahit, bahkan dikatakan sebagai suatu "kebohongan sejarah". Ada juga yang mengklaim diri sebagai Raja Majapahit-Bali.

Tulisan kali ini dan kali berikutnya akan mencoba membuka wawasan tentang Majapahit yang sebenar-benarnya sebatas pengetahuan, penyelidikan sumber-sumber sejarah serta perjalanan 'spiritual-Majapahit' yang telah penulis lakukan sejak tahun 2002, baik secara pribadi maupun berkelompok.

Hal pertama yang penulis temui adalah banyaknya 'penyesatan-penyesatan' yang penulis temui di lapangan, baik berupa 'penyesatan-situs', 'penyesatan-informasi' maupun 'penyesatan-sejarah' yang secara lambat laun namun pasti akan mengaburkan fakta-fakta sejarah Majapahit. Terus terang dalam hal ini penulis menemukan berbagai ragam motivasi yang mendasari penyesatan-penyesatan tersebut, mulai dari motivasi pribadi, motivasi kelompok sampai dengan motivasi sosial-ekonomis. Kebanyakan yang mereka jadikan dasar untuk menulis adalah berita-berita tradisi yang pasti diragukan kebenarannya. 

Tersebutlah situs Siti Hinggil, yang di dalamnya terdapat lima buah makam, yang diklaim sebagai makam R. Wijaya beserta ke empat isterinya yang nota-bene adalah puteri raja Singosari akhir, Kertanegara.

R. Wijaya yang sebenarnya bernama Nararya Sanggramawijya (sumber : prasasti Kertarajasa Jayawardhana yang ketiga, bertarikh 1305 M) dengan gelar kebangsawanannya Sri Kertarajasa Jayawardhana adalah seorang pemeluk agama Siwa-Budha yang taat. Hal ini adalah sesuai dengan arca pendewaan beliau yang berupa arca Hari-hara yang merupakan sinkretisme dari Hindu dan Budha. Arca pendewaan ini dahulu terdapat atau diketemukan di kawasan Candi Simping atau Candi Sumberjati, di daerah Blitar, Jawa Timur.

Kakawin Negarakertagama di dalam pupuh XLVII/3 menjelaskan : ".. tahun Saka Surya mengitari tiga bulan (1231 S) Sang Prabhu mangkat, ditanam di dalam pura Antahpura, begitu nama makam beliau, dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa". Dari penuturan pupuh ini jelas disebutkan dua makam Sanggramawijaya yang disebut dengan pura Antahpura dan makam Simping. Berbicara perihal pura Antahpura ini, sampai saat ini para arkeolog Indonesia belum dapat mendefinisikannya secara pasti dimana letaknya serta bagaimana bentuknya. Namun, solusi pertama untuk pencariannya hendaknya dikaitkan dengan ibukota-pertama kerajaan Majapahit yang terletak di wilayah hutan orang Terik. Hal ini sesuai dengan identifikasi lokasi pertama pendirian desa Majapahit yang merupakan cikal-bakal kerajaan Majapahit.

Candi makam Simping

Candi makam Simping, sampai saat ini masih dapat kita temukan sisa-sisa reruntuhannya yang berada di wilayah Desa Sumberjati, Blitar Jawa Timur. Diantara puing-puing reruntuhan candi, dapat kita temukan beberapa artefak-artefak yang mencirikan kerajaan Majapahit-awal, diantaranya makara, relief-relief majapahitan, yoni berhias kura-kura (bulus) dan lain sebagainya. Kakawin Negarakertagama dalam pupuh LXI/4 serta pupuh LXII/1 menuturkan perihal Candi makam Simping ini berturut-turut secara demikian  :

"... meninggalkan Lodaya menuju desa Simping, ingin memperbaiki candi makam leluhur, menaranya rusak, dilihat miring ke barat, perlu ditegakkan kembali agak ke timur .." (pupuh LXI/4).

"... perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasasti yang dibaca lagi, diukur panjang lebarnya ; di sebelah timur sudah ada tugu, asrama Gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam, untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara". (pupuh LXII/1).

Dari uraian ketiga pupuh di atas dapatlah kita simpulkan bahwa  :
  1. Makam Sanggramawijaya (R. Wijaya)  bernama pura Antahpura dan candi Simping.
  2. Prabhu Hayam Wuruk dalam masa pemerintahannya pernah melakukan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi pada candi makam Simping sebagai dinyatakan dalam Negarakertagama pupuh LXI/4.
  3. Perbaikan candi makam Simping ini dilaksanakan dengan mengambil acuan denah asrama Gurung-gurung sebagai dinyatakan dalam Negarakertagama pupuh LXII/1.
  4. Candi makam Simping ini disebutkan dengan jelas sebagai candi makam leluhur.
Dengan demikian nyatalah kepada kita bahwa makam Sanggramawijaya (R. Wijaya) yang hingga saat ini masih dapat kita temukan adalah berupa reruntuhan Candi Simping atau Candi Sumberjati, Blitar, Jawa Timur.


J.B. Tjondro Purnomo ,SH
Bersambung  .....................bagian kedua

BUNGA MAJAPAHIT AWARD

Majapahit bangkit Nusantara Jaya, Majapahit bangkit Nusantara bersatu, Majapahit bangkit wujudkan kemakmuran rakyat.

Dalam rangka menandai postingan yang ke 100,  dengan ini blog Bunga Majapahit menganugerahkan Award persahabatan kepada rekan-rekan yang telah dengan rela dan ikhlas menjadi follower/pengikut setia blog Bunga Majapahit ini dimanapun anda berada. Mohon maaf yang sebesar-besarnya karena award ini tidak diberikan kepada semua rekan-rekan, namun khusus dianugerahkan kepada teman-teman yang telah menjadi follower blog ini alias rekan-rekan yang telah mendukung keberadaan blog ini.


Kepada rekan-rekan yang merasa telah menjadi follower blog Bunga Majapahit ini, dipersilahkan untuk mengambilnya, semoga persahabatan kita semakin erat terjalin.


Medio, Juni 2011
Bunga Majapahit Crew


PENYESATAN MAJAPAHIT VERSI BRAHMARAJA XI (1)

Sejarah Majapahit banyak disesatkan, sejarah Majapahit dibelak-belok demi kepentingan pribadi, akhirnya sejarah Majapahit membingungkan generasi muda.

"Yang Maha Mencipta, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Mengakhiri ... sujudku setunduk-tunduknya, semoga sirna segala rintangan."

Tertulislah sebuah artikel yang berjudul "Sejarah Ibu Majapahit Nusantara" yang termuat dalam  : Blog www.majapahit-masakini.co.cc atau tepatnya dalam artikel ini

http://www.majapahit-masakini.co.cc/2009/04/sejarah-ibu-majapahit-nusantara.html

Kutipan artikelnya
 

ASAL-USUL GAJAH MADA

Lontar Babad Gajah Maddha, menguraikan perihal asal usul Mahapatih Gajah Mada, seorang Patih Amangkubhumi dari kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa nya dalam usahanya mempersatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah payung kerajaan Majapahit.

Ringkasan isi lontar tersebut adalah sebagai berikut  :

1. Pada Lontar Babad Gajah Maddha dikatakan bahwa orang tua Gajah Mada berasal dari Wilwatikta yang disebut juga Majalangu.
Disebelah selatan “Lemah Surat” terletak “Giri Madri” yang dikatakan berada dekat dengan Wilatikta dikatakan hampir setiap hari Patni Nariratih pulang pergi dari Wilwatikta, mengantar makanan suaminya di asramanya di Giri Madri yang terletak disebelah selatan Wilwatikta. Hal ini berarti Giri Madri terletak disebelah selatan Lemah Surat dan juga disebelah Selatan Wilwatikta. Jarak antara Giri Madri dengan Wilwatikta dikatakan dekat. Tetapi jarak antara Lemah Surat dengan Wilwatikta begitu pula arah dimana letak Lemah Surat dari Wilwatikta tidak disebutkan dalam Babad Gajah Mada tersebut.

GIRINDRAWARDHANA BUKAN RADEN PATAH

Sejarah Majapahit dibelak-belokkan, sejarah Majapahit dipelintir ke sana ke mari, sejarah Majapahit sengaja dikaburkan.

Adalah sebuah buku yang berjudul "Meluruskan Sejarah Majapahit" yang ditulis oleh Irawan Djoko Nugroho, salah satunya menyebutkan bahwa : "Raden Patah diidentifikasi sebagai orang yang sama dengan Girindrawardhana". Tulisan ini akan membahas kebenaran pernyataan tersebut yang diragukan kebenarannya. Baiklah kita tinjau tulisan beberapa prasasti Majapahit berikut ini  :

Prasasti Padukuhan Duku bertuliskan tentang sang Prabu Girindrawardhana dan juga nama kecilnya,yaitu; Dyah Ranawijaya mengesahkan pemberian tanah perdikan Terialokiapuri di desa Petak, kepada Sri Brahmanaraja Ganggadara oleh dua orang Prabu terdahulu (sebelum masa Girindrawardhana berkuasa). Tidak disebutkan nama kedua raja tersebut.


Maksud dari pengesahan/penguatan dari pemberian tanah tersebut, karena bantuan yang telah di berikan kepada Prabu Girindrawardhana saat  menyerang Majapahit (Bhre Kertabhumi).
Bantuan pada waktu peperangan melawan Majapahit ini berarti sekali dalam pemberian tanah perdikan tersebut, sehingga disertai pemberian lencana-negara yang berbentuk; dua telapak kaki, payung, tongkat di belit ular, kembang, kendi dan keris.

Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda menyebutkan bahwa raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya, raja Majapahit. Bahkan di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah, pendiri dan sultan pertama Demak, adalah anak prabu Brawijaya Kertabhumi (" ...... tumuli hana pwa ya sang Patah ika anak ira Sang Prabhu Brawijaya Kretabhumi kang rumuhun mastri lawan putri Cina .....", Atja, Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari, 1972, hal. 84 ; lihat pula : P.S. Sulendraningrat, Purwaka Tjaruban Nagari, 1972, hal. 19). Kesimpulannya adalah bahwa Raden Patah adalah putera dari raja Majapahit Bhre Kertabhumi.

Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya pada tahun 1486 M, telah diketahui adanya upacara sraddha untuk memperingati dua belas tahun meninggalnya Paduka Bhattara ring Dahanapura yang diidentifikasikan sebagai Bhre Pandan Salas Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana (Lihat : Martha A. Muusses, "Singhawikramawarddhana", FBG, II, 1929, hal 207-214 ; P.J. Zoetmulder, "Djaman Empu Tanakung", Laporan KIPN-II, VI seksi D, 1965, hal. 207). Dengan demikian Girindrawardhana adalah putera dari Bhre Pandan Salas.

Adapun Bhre Pandan Salas ini pada tahun 1468 M tersingkir dari kedaton Majapahit akibat serangan atau perebutan kekuasaan dari Bhre Kertabhumi. Akhirnya perebutan kekuasaan ini dibalas oleh Dyah Ranawijaya (putera dari Bhre Pandan Salas) pada tahun 1478 M, dan mengakibatkan Bhre Kertabhumi gugur di kedaton.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwasanya Raden Patah dan Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) adalah dua orang yang berbeda, Raden Patah adalah putera Bhre Kertabhumi, sedangkan Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) adalah putera dari Bhre Pandan Salas. Fakta lain lagi Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak, sedangkan Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) melanjutkan pemerintahan ayahnya sebagai raja Majapahit.

Penulis : J.B. Tjondro Purnomo ,SH 

Bersambung ...........

EKSKAVASI ATAU PERUSAKAN SITUS ?

Majapahit dengan kebesarannya bagaikan magnet, Majapahit dengan segala rahasianya mengundang penelitian,  Majapahit dengan segala peninggalannya mengundang decak kagum, Majapahit dengan segala mistisnya menantang pelaku-pelaku spritual untuk melakoninya. Majapahit dengan kebesaran sasantinya mempersatukan negeri ini. Majapahit dengan luas wilayahnya mengundang banyak perdebatan.

Tersebutlah Candi Sumur Upas sebuah peninggalan kerajaan Majapahit yang berada satu kompleks dengan Candi Kedaton, hingga saat ini masih mengundang misteri. Banyak sejarah-wan dan kaum arkeolog belum mampu menguak rahasia situs tersebut. Pada sekitar tahun 1996 telah dilakukan penelitian arkeologi serta penggalian-penggalian yang hingga saat ini belum jelas hasilnya.

MAJAPAHIT DAN PENYESATANNYA (2)

Berita atau artikel yang ditulis dalam http://bataviase.co.id/node/150855, tertanggal 30 Maret 2010 menuturkan bahwa Keturunan Sunda juga menjadi raja di Majapahit.

Berikut adalah petikan artikel tersebut  :
" ........ Sebagian mereka tinggal bersama keluarga raja Majapahit dan keluarga-keluarga keturunan Sunda yang tinggal di Majapahit semenjak masa Sri Kertarajasa -Raden Wijaya atau Jaka Sesuruh yang berasal dari Kerajaan Sunda- merintis berdirinya Kerajaan Majapahit ........"

Point inti dari petikan artikel tersebut adalah Raden Wijaya atau Jaka Sesuruh yang berasal dari Kerajaan Sunda, hal ini jelas-jelas SALAH BESAR dan dibuat-buat. Penulis artikel tersebut sepertinya menggunakan referensi Kidung Sundayana, tetapi tidak memperhatikan prasasti-prasasti jaman Majapahit maupun apa yang tertulis di dalam kakawin Negarakertagama.

Berikut ini adalah merupakan silsilah Sri Kertarajasa Jayawardhana atau Nararya Sanggramawijaya.

Silsilah Sanggramawijaya (Raden Wijaya)

Kakawin Negarakertagama pupuh XLVI/2 dijelaskan : " .... Narasingha(murti) menurunkan Dyah Lembu Tal, sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Budha". Selanjutnya dalam Pupuh XLVII/1 dijelaskan : " Dyah Lembu Tal itulah bapa Baginda Nata (Wijaya), dalam hidup atut runtut sepakat sehati .....". Dari uraian kedua pupuh tersebut dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa Sanggramawijaya atau yang akrab disebut Raden Wijaya adalah putera Dyah Lembu Tal, sedangkan Dyah Lembu Tal adalah putera Narasinghamurti dari Singosari (Tumapel), yang saat ini berada di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Fakta lain adalah apa yang tertulis dalam Prasasti Kudadu bertarikh 1294 M yang menyebutkan bahwa Negara baru Majapahit dianggap sebagai lanjutan kerajaan Singasari yang telah runtuh pada tahun 1292, sebagai bukti kesetiaan pendirinya kepada para raja leluhur di Singasari. Selanjutnya, Sanggramawijaya sendiri mengakui bahwa ia adalah keturunan Singasari, putera Dyah Lembu Tal, cucu Narasinghamurti dan menantu raja Kertanegara.

Dengan demikian apa yang tertulis dalam artikel bataviase.co.id tersebut di atas adalah salah besar dan sama sekali tidak berdasar fakta-fakta sejarah yang ada.

Penulis : J.B. Tjondro Purnomo ,SH

Bersambung ...................

PENYESATAN MAJAPAHIT VERSI BRAHMARAJA XI (2)

Baiklah kita ulas penyesatan-penyesatan berikutnya   :

Petikan artikel Sejarah Ibu Majapahit Nusantara

Bagian lain artikel yang sama menyebutkan hal berikut  :

"Demikian juga Sri Kerta Wardana / Sri Cakradara yang anak Putri Yulan mengawini Tri Buana Tunggadewi, Ratu Majapahit ketiga menurunkan putra Hayam Wuruk yang menjadi Raja terbesar di Majapahit yang selanjutnya menurunkan Raja-Raja Majapahit dijawa hingga berakhir. Jadi sejak Raja Hayam Wuruk Raja-Raja Majapahit selanjutnya adalah keturunan Putri Yu Lan (Garis Pradana) terbukti pengganti Hayam Wuruk yaitu Wikrama Wardana memakai nama Hyang Wisesa juga suami Dewi Suhita memakai nama leluhurnya yang dipuja di Besakih-Bali Hyang Wisesa yang beristrikan Ratu Mas / Indreswari dan sejak itu para Raja di candikan di ”Parama Wisesa pura”/ Hyang Wisesa pura. "

Sekali lagi saya bingung dan merasa seperti orang bodoh ketika membaca petikan artikel tersebut di atas. Dari mana ceritanya Sri Kerta Wardana / Sri Cakradara adalah anak Putri Yulan ? Sumber apa yang dipakai untuk menuliskan hal ini ? Jawabannya adalah : Sumber orang ngawur yang mencoba menuliskan sesuatu tentang sejarah Majapahit !!!! Akibatnya akan timbul 'pengawuran' dalam menulis sejarah Majapahit.

Mari kita perhatikan Prasasti Trawulan I (Canggu) yang berangka tahun 1280 Saka (07 Juli 1358 M), yang menuliskan bahwa Kretawarddhana adalah keturunan raja Wisnuwarddhana (Rangga Wuni) dari Singasari (lihat prasasti Trawulan I lempeng I -verso, di dalam OV, 1918, hal. 108). Penjelasan ini didukung oleh Marwati Joened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, dalam "Sejarah Nasional Indonesia II", Balai Pustaka, Jakarta, 1993, hal. 433 (bagian bawah). 

Dengan demikian jelaslah kepada kita bahwa Kretawarddhana (Kertawardana) suami Tribhuwanottunggadewi adalah keturunan raja Wisnuwarddhana dari kerajaan Singosari dan bukan anak Putri Yulan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa secara geneologis Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara) adalah merupakan trah Singosari karena ayahnya adalah keturunan raja Wisnuwarddhana (raja Singosari) yang saat pemerintahan Tribhuwanottunggadewi telah menjadi penguasa daerah (raja bawahan) di Singosari atau yang disebut dengan Bhre Singosari.

Baiklah kita ulas sedikit perihal siapakah Wisnuwarddhana tersebut .............. ?

Kitab Pararaton menjelaskan persekutuan antara Rangga Wuni (putera Anusapati, yang adalah putera sulung Ken Arok dari perkawinannya dengan Ken Umang, yang dibunuh oleh Panji Tohjaya dengan menggunakan keris Gandring) dan Mahisa Campaka (putera Mahisa Wong Ateleng) sebagai "dua ular dalam satu liang". Dalam persembunyian (akibat kejaran Panji Tohjaya) mereka tetap bersatu ;  dalam pemerintahan sepeninggal Panji Tohjaya mereka juga tetap seia sekata. Rangga Wuni dinobatkan sebagai raja dan mengambil nama abhiseka Wisnuwardhana sedangkan Mahisa Campaka  menjadi ratu angabhaya (pembantu utama sang prabhu) bergelar Bhatara Narasinghamurti. Narasinghamurti tercatat dalam prasasti Penampihan (1269) lempengan [1b] ; prasasti Kudadu (1294) lempengan [1]. Nama Wisnuwardhana tercatat untuk pertama kalinya dalam prasasti Wurare (1289), candi makamnya terletak di Tumpang dan akan dibahas dalam artikel tersendiri. Dalam prasasti Kudadu dinyatakan bahwa Sanggramawijaya (putera Dyah Lembu Tal) adalah keturunan Narasinghamurti (Mahisa Campaka anak Mahisa Wong Ateleng). Kakawin Negarakertagama dalam pupuh XLI/2 mengiaskan pemerintahan bersama antara Wisnuwarddhana dan Narasinghamurti sebagai kerjasama antara Madhawa (Wisnu) dan Indra.

Kesimpulan akhirnya adalah : Kretawaddhana (ayah Hayam Wuruk) adalah keturunan dari raja Wisnuwardhana (nama aslinya adalah Rangga Wuni) dari Singosari dan bukan anak putri Yulan. Dengan demikian Prabu Hayam Wuruk, secara geneologis, dapat juga dikatakan keturunan Singosari, karena baik ayah maupun ibunya sama-sama berasal dari Singosari, dan bukan keturunan Cina melainkan asli tanah Jawa.

Penulis : J.B. Tjondro Purnomo ,SH

Bersambung .............................

MANA YANG ASLI ?

Majapahit menyimpan banyak misteri, Majapahit mengundang decak kagum, Majapahit mengundang perdebatan, Majapahit menyisakan tanda tanya besar.
Ada beberapa mahkota yang disebut-sebut sebagai peninggalan kerajaan Majapahit, salah satunya adalah yang dipegang dan dimiliki oleh Brahmaraja XI yang telah menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit-Bali.

 Foto Mahkota yang dipegang oleh Brahmaraja XI

Coba kita perhatikan dengan seksama, mahkota tersebut hanya bermotifkan bunga-bunga kontemporer dan sama sekali tidak mencirikan motif atau ragam hias Majapahit, atau paling tidak menunjukkan kepada kita bahwa mahkota tersebut memang patut kita anggap berasal dari Majapahit

DUA PUSAKA

Adalah sepasang PUSAKA NAGA-RAJA yang penulis dapatkan di sekitar tahun 2008 dari petilasan Antaboga di kaki gunung Arjuno, yaitu sepasang pusaka Naga Gini dan Naga Tatmala yang sama-sama berbentuk tongkat kebesaran, berwarna kuning mengkilat. Berikut ini adalah foto-foto kedua pusaka tersebut.

Pusaka Naga-Gini


Pada sekitar tanggal 27 Januari 2010, tepat pukul 05:45 AM, pusaka Naga-Gini menunjukkan jati dirinya dengan mewujud dalam bentuk lidah api di angkasa gunung Arjuno. Berikut ini adalah foto perwujudannya.


Foto perwujudan pusaka Naga-Gini


Pusaka kedua adalah pusaka Naga-Tatmala, seperti gambar di bawah ini :







 
Catatan penting : Tulisan atau artikel ini sama sekali tidak bermaksud untuk mengalihkan keyakinan kita terhadap kebesaran Yang Maha Kuasa, namun tulisan ini ingin mengetengahkan salah satu anugerah nyata dari kebesaran Yang Maha Kuasa. Bukan pusaka yang harus didewakan, namun Sang Maha Pencipta-lah yang harus kita sembah melebihi segala-galanya. 


BRAHMARAJA XI BUKAN RAJA MAJAPAHIT

Adalah seorang Trowulan yang saat ini bermukim di Bali dan mengaku diri sebagai Raja Majapahit-Bali dengan mengambil gelar abhiseka HYANG BATHARA AGUNG SRI WILATIKTA BRAHMARAJA XI. Hal ini cukup menggelikan dan hanyalah orang-orang yang tidak memiliki wawasan Majapahit yang percaya akan hal ini.
Baiklah kita tinjau letak kejanggalan-kejanggalan yang sengaja dimunculkan  
Pada sumber-sumber sejarah Majapahit tidak pernah dikenal istilah WILATIKTA, baik prasasti-prasasti yang ada maupun kakawin Negarakertagama hanya mengenal istilah WILWATIKTA atau TIKTAWILWA, wilwa berarti buah maja dan tikta berarti pahit, jadi WILWATIKTA berarti Majapahit. Sekali lagi yang ada adalah Wilwatikta dan bukan Wilatikta.